
Satuan Reserse Kriminal Polres Sragen saat ini sedang mendalami kasus arisan online fiktif yang dilaporkan oleh empat orang korban. Empat orang korban tersebut mengeluhkan uang investasi mereka yang tak kunjung cair ketika mengikuti Investasi Aleghoz yang diadakan oleh seseorang berinisial DH (20) yang merupakan warga Kecamatan Ngrampal, Sragen. Para korban mengklaim kerugian mereka mencapai 4 miliar rupiah.
“Perkara ini masih bersifat aduan dari empat orang yang merugi akibat arisan fiktif ini. Hari ini masih akan kita lakukan pemeriksaan terhadap korban dan saksi-saksi. Jadi ternyata arisan fiktif ini tidak hanya terjadi di Sragen, namun juga di beberapa wilayah,” ujar Kapolres Sragen, AKBP Yuswanto Ardi.
AKBP Yuswanto menambahkan kasus penipuan arisan ini memanfaatkan psikologis masyarakat di tengah pandemi yang secara ekonomi serba kesusahan sehingga mudah diiming-imingi keuntungan yang lumayan besar. Keuntungan yang besar ini dapat menjebak para korban untuk akhirnya mengikuti arisan fiktif tersebut.
Aduan terhadap kasus penipuan arisan online tersebut pertama kali dilaporkan oleh seorang korban bernama EP (32) warga Mojomulyo, Kelurahan Sragen Kulon. Ia menjadi korban penipuan arisan online melalui Whatsapp dan mengklaim dirinya mengalami kerugian mencapai Rp 160 juta.
“Awalnya ownernya datang ke tempat saya menawari arisan. Saat saya melihat anggota grup ternyata banyak teman-teman saya. Dari situlah saya mantap untuk ikut arisan tersebut,” ujar EP.
EP menambahkan bahwa arisan online tersebut diketahuinya sudah berlangsung sejak tahun 2019. Anggotanya pun beragam mulai dari karyawan swasta hingga PNS, karena itulah EP semakin mantap dan yakin mengikuti arisan online yang ditawarkan oleh DH.
Namun, setelah satu bulan mengikuti arisan dan sudah menginvestasikan uangnya, saat jatuh tempo uangnya tidak kunjung cair. EP sempat menemui DH untuk menanyakan perihal pencairan uang dan membuat surat pernyataan diatas materai kepada DH untuk mengembalikan uang arisan miliknya senilai Rp 163,5 juta. Sayangnya hingga batas waktu pada 5 Agustus 2021, DH tak kunjung mengembalikan uangnya.
Kasus Penipuan Arisan Online Lainnya
Kasus penipuan dengan kedok arisan online di masa pandemi ini ternyata tidak hanya terjadi sekali saja. Ada beberapa kasus yang terjadi dengan kerugian korban mencapai ratusan juta bahkan milyaran rupiah. Beberapa kasus yang berhasil kami rangkum adalah sebagai berikut.
- Penipuan Arisan Online di Jambi
Seorang perempuan berinisial DVWS ditangkap Tim Opsnal Subdit V Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi pada 27 Mei 2021 di Bengkulu karena kasus penggelapan dan penipuan dengan modus arisan online. Ia membuat arisan melalui akun Instagram “Arisan Amanah Untung Real”.
Korban DVWS berjumlah 334 orang dengan total kerugian mencapai Rp 5,3 milyar rupiah. Diduga korban ada yang berasal dari luar Jambi karena arisan bersifat online. Tersangka dijerat pasal 372 jo pasal 378 KUHPidana dan/atau Undang Undang Republik Indonesia no. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pencurian Uang.
- Penipuan Arisan Online di Bengkulu
Investasi bodong berkedok arisan online ini dilakukan oleh tersangka berinisial DS. Total korban yang ditipu olehnya mencapai 129 orang dengan total kerugian mencapai Rp 2,3 milyar. Korbannya bukan hanya warga Bengkulu Utara namun juga warga kabupaten lain. Karena masih dibawah umur, pihak Dis Reskrimsus Polda Bengkulu belum menentukan apakah DS akan ditahan atau tidak. Namun proses hukum DS tetap dijalankan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
- Penipuan Arisan Online di Salatiga
Kasus penipuan arisan online di Salatiga dilakukan oleh seseorang berinisial RAP yang tinggal di Perumahan Prajamukti, Kecandran, Kecamatan Sidomukti. RAP diduga membawa kabur uang arisan milik anggotanya senilai ratusan juta rupiah. RAP diketahui sudah tidak berada di rumahnya sejak tanggal 13 Agustus 2021 dan keberadaannya belum diketahui.
Untuk saat ini kasus ini masih berstatus aduan dan masih dilakukan pendalaman penyelidikan oleh Polres Salatiga.
Penulis: Serafina Indah Chrisanti
Editor: Sebastian Simbolon