
Setelah beberapa saat lalu menurunkan batas tarif Rapid Antigen, saat ini pemerintah kembali menurunkan batas tarif RT-PCR. Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK 02.02/1/3843/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Peraturan tersebut berlaku mulai 27 Oktober 2021.
“Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan, kamu menyepakati bahwa batas tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR diturunkan menjadi RP 275.000,00 untuk Jawa dan Bali dan Rp 300.000,00 di luar Jawa dan Bali,” ujar Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Prof. dr. Abdul Kadir Ph.D, Sp, THT-KL(K), MARS.
Batas tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR yang baru diperuntukkan bagi masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri/mandiri. Sementara tarif tersebut tidak berlaku bagi kegiatan penelusuran kontak atau rujukan kasus Covid-19 ke rumah sakit yang penyelenggaraannya mendapatkan bantuan pemerintah atau bagian dari penjaminan pembiayaan pasien Covid-19.
Selanjutnya, Prof. Kadir menjelaskan bahwa penurunan batas tarif tertinggi RT-PCR tersebut dilakukan berdasarkan hasil evaluasi. Evaluasi dilakukan melalui perhitungan biaya pengambilan dan pemeriksaan RT-PCR, terdiri dari komponen-komponen jasa pelayanan/SDM, komponen reagen dan bahan habis pakai (BHP), komponen biaya administrasi, overhead, dan komponen biaya lain yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.
“Saya minta Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pengawasan dan pembinaan terkait pemberlakukan batas tarif tertinggi RT-PCR. Bila ada lab yang tidak mengikuti peraturan maka akan dilakukan pembinaan melalui Dinas Kesehatan. Jika masih melanggar lagi, maka sanksi terakhir adalah penutupan lab dan pencabutan izin operasional,” ujar Prof. Kadir.
Polemik RT-PCR di Indonesia
Harga pemeriksaan RT-PCR di Indonesia sempat menjadi polemik. Sebelum diturunkan, tarif pemeriksaan RT-PCR di Indonesia mencapai Rp 495.000,00. Tingginya tarif ini disebutkan oleh Prof. Kadir karena masih menggunakan banyak bahan impor. Bahkan disebutkan bahwa tarif pemeriksaan RT-PCR di Indonesia jauh lebih mahal daripada di India. Tarif RT-PCR di India hanya Rp 160.000,00.
Padahal tarif yang terlalu tinggi bisa berdampak pada upaya pemerintah untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Banyaknya kasus pasien tanpa gejala dan mahalnya tarif pemeriksaan RT-PCR membuat masyarakat enggan melakukan pemeriksaan RT-PCR secara mandiri.
Sementara itu polemik mengenai pemeriksaan RT-PCR juga terjadi, karena hasil RT-PCR menjadi syarat bagi pelaku perjalanan menggunakan pesawat udara. Menjadi polemik karena hal tersebut hanya berlaku bagi alat transportasi pesawat udara saja. Sementara alat transportasi lain tidak mewajibkan adanya dokumen hasil pemeriksaan RT-PCR.
Padahal menurut penelitian dari Departemen Pertahanan AS, dibandingkan alat transportasi lain, penularan Covid-19 di pesawat tergolong rendah jika penumpang memakai masker. Penelitian dilakukan di United Airlines Boeing 777 dan 767. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sekitar 99,99% partikel disaring keluar kabin dalam enam menit karena cepatnya sirkulasi udara. Maka penularan Covid-19 di dalam pesawat dapat diminimalisir.
Mengenai adanya polemik ini, pemerintah berencana untuk memberlakukan syarat pemeriksaan RT-PCR kepada semua moda transportasi. Hal ini guna mencegah penyebaran virus Covid-19 terutama di masa libur natal dan tahun baru. Namun, untuk peraturan lebih lanjut kita masih harus menunggu informasi resmi dari pemerintah.
Penulis: Serafina Indah Chrisanti
Editor: Sebastian Simbolon