
Warga Kampung Cimahi, Desa Pasir Ranji, Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi melaporkan PT. Puradelta Lestari ke polisi. Laporan tersebut dibuat pada 6 Juni 2018 dengan surat pengaduan bernomor LP/473/277-SPKT/K/VI/2018/Restro Bekasi. Pelaporan tersebut dilakukan atas dugaan perampasan tanah yang dilakukan oleh PT. Puradelta Lestari seluas 16.000 meter persegi atau 1,5 hektar milik Enun Bin Enim.
“Klien saya, Enun Bin Enim memiliki tanah seluas 3 hektar. Namun sebagian tanah tersebut seluas 14.000 meter persegi telah dijual kepada tujuh orang yang dikenalnya. Kemudian 7 orang tersebut menjualnya kepada PT. Puradelta Lestari,” ujar Ketua Tim Advokasi pemilik tanah, Dadi Mulyadi.
Dadi melanjutkan bahwa dengan penjualan tersebut, kliennya masih memiliki tanah seluas 16.000 meter persegi. Dimana fisik juga masih dikuasai oleh klien. Namun, tanpa sepengetahuan kliennya, sisa tanah yang dimiliki dan belum terjual ikut masuk ke dalam area SHGB PT. Puradelta Lestari. Enun Bin Enim sudah sempat mengajukan keberatan kepada pihak perusahaan, namun dari pihak perusahaan tidak ada itikad baik.
Bahkan pada tanggal 28 Mei 2018, pihak perusahaan mengerahkan alat berat untuk melakukan cut and fill. Kegiatan tersebut memunculkan reaksi dari pemilik tanah yaitu menghentikan alat berat agar tidak meratakan tanah yang masih menjadi miliknya.
“Peristiwa tersebut membuat dua orang pemilik tanah sempat diamankan oleh Polsek Cikarang Pusat tanpa dasar. Meskipun dilepas lagi setelah membuat pernyataan di depan Kepala Desa Pasir Ranji. Dari kejadian tersebut, jelas klien kami sangat dirugikan. Oleh sebab itu kami membuat laporan ke Polres Metro Bekasi atas dugaan penyerobotan tanah,” ujar Dadi.
Dadi dan kliennya juga menuntut BPN Bekasi untuk melakukan pembatalan atas hak terbitnya SHGB PT. Puradelta Lestari karena dinilai cacat hukum sesuai peraturan Permenag 9/1999 tentang Pemberian dan Pembatalan Hak.
Kasus Tak Kunjung Diselesaikan Selama Dua Tahun
Sayangnya setelah membuat laporan ke kepolisian, kasus dugaan penyerobotan tanah tersebut mandeg dan tidak berlanjut hingga Maret 2020. Hal itu membuat warga pemilik tanah dan petugas eksekusi tanah terlibat bentrok pada 19 Maret 2020.
“Kasus ini sudah terjadi beberapa tahun lalu. Apa yang dilakukan hari ini juga merupakan tuntutan warga agar tanah miliknya dibayar oleh pihak perusahaan yang diduga merampas tanah milik warga. Namun pihak Puradelta Lestari belum ada itikad baik untuk mengganti tanah warga yang sudah digusur,” ujar salah seorang warga bernama Suhendra.
Suhendra menambahkan bahwa kasus ini sudah berlangsung lama tanpa menemukan solusi. Padahal warga hanya meminta ganti rugi atas tanahnya yang sudah diratakan. Selain itu, warga juga masih memiliki bukti data-data seperti girik (kekuasaan adat di bidang tanah tertentu) dan pembayaran Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA).
Tentunya warga berharap negara dan pemerintah daerah turun tangan dalam mengatasi permasalahan ini. Juga untuk membantu mediasi antara perusahaan dan juga warga karena warga sudah lelah permasalahan yang ada tak kunjung selesai.
Penulis: Serafina Indah Chrisanti
Editor: Sebastian Simbolon