Dampak Pencemaran Lingkungan, Air Sungai Malinau Menjadi Keruh/jatam.org

Massa yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) melakukan aksi protes di depan Kedutaan Besar Jepang pada 8 September 2017. Aksi tersebut dilakukan untuk memberikan sindiran kepada pemerintah Jepang yang telah mendanai PT. Mitrabara Adiperdana dan PT. Baradinamika Muda Sukses. Dimana kedua perusahaan disebut telah mencemari lingkungan sekitar tambang sejak tahun 2010.

Sebelumnya pada laporan yang ditulis oleh JATAM pada September 2017, ada beberapa temuan yang mengindikasi PT. Mitrabara Adiperdana, perusahaan tambang batubara di Malinau, Kalimantan Utara ini melakukan pencemaran lingkungan. Beberapa temuan tersebut adalah:

  1. AMDAL milik PT. Mitrabara Adiperdana hanya copy-paste dari AMDAL milik PT. Mestika Persada Raya (perusahaan tambang batubara lainnya);
  2. Air Sungai Malinau berubah menjadi kecoklatan 10 tahun terakhir. Akibatnya warga harus membuat sumur atau membeli air. Yang tidak bisa melakukan keduanya terpaksa menggunakan air sungai yang tak layak pakai tersebut;
  3. Debu akibat aktivitas pertambangan menyebabkan anak-anak kecil di sekitar tambang terjangkit infeksi saluran pernafasan (ISPA);
  4. Aliran air untuk berkebun warga menjadi kecil. Bahkan seringkali air naik ke ladang warga dan membanjiri hasil kebun;
  5. Merusak habitat hewan-hewan karena burung enggang sudah jarang terlihat, selain itu juga budaya masyarakat yang mendapatkan makanan dari berburu menjadi menurun karena hewan buruan seperti rusa dan babi hutan menurun drastis;
  6. Pada 4 Juli 2017, tanggul kolam pengendapan jebol dan mencemari dua sungai yaitu Sungai Sesayap dan Sungai Malinau. Pencemaran merusak sumber air minum warga.

Dari beberapa temuan tersebut, JATAM menggugat agar:

  1. Izin tambang dihapus
  2. Pemerintah Jepang  mencabut 30% saham perusahaan dan, 
  3. Pemerintah daerah segera mengusut hasil penemuan tentang pencemaran lingkungan yang dilakukan beberapa perusahaan tambang, terutama PT. Mitrabara Adiperdana. 

Namun permintaan ketiga mengenai informasi hasil temuan pencemaran lingkungan yang diminta tersebut tak kunjung diberikan, sehingga JATAM Kalimantan Utara mengajukan gugatan pada 22 November 2017 atas tak terbukanya data tersebut.

“Sebagai publik dan warga Malinau, kami berhak mendapatkan data dan informasi tentang temuan kejahatan lingkungan pihak perusahaan. Selama ini kami kesulitan melakukan pengawasan dan pemantauan lapangan karena sikap Pemda Kaltara yang enggan membuka data,” ujar Koordinator JATAM Kaltara, Theodorus GEB.

Bantah Melakukan Pencemaran Lingkungan

Menanggapi gugatan dugaan pencemaran lingkungan yang diajukan oleh JATAM, pihak perusahaan PT. Mitrabara Adiperdana mengatakan keluhan tersebut telah ditindaklanjuti oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas ESDM setempat. Selain itu, pihak Mitrabara juga membantah perusahaannya melakukan pencemaran lingkungan.

“Dari hasil verifikasi Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas ESDM, PT. Mitrabara Adiperdana telah menerapkan sistem pengolahan air tambang yang sesuai dengan baku mutu lingkungan,” ujar Direktur Utama PT. Mitrabara Adiperdana, Ridwan.

Sementara itu terkait jebolnya tanggul kolam pengendapan pada 4 Juli 2017, Ridwan mengatakan kejadian tersebut bukan disengaja atau sebuah kelalaian. Pihak perusahaan juga langsung memperbaiki tanggul pada hari itu juga dan melakukan perbaikan berkelanjutan. Ridwan menambahkan bahwa Dinas Lingkungan Hidup Malinau menyatakan perusahaannya telah menangani peristiwa jebolnya tanggul dengan baik.

Baca artikel terkait: Pencemaran Lingkungan PT. Indah Kiat Pulp & Paper

Penulis: Serafina Indah Chrisanti

Editor: Sebastian Simbolon

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini