Global Indonesia Direktur PT. MIT Didakwa Atas Kasus Suap Sekretaris MA

Direktur PT. MIT Didakwa Atas Kasus Suap Sekretaris MA

Ilustrasi Pemberian Suap dan Gratifikasi/djkn.kemenkeu.go.id

Direktur PT. Multicon Indrajaya Terminal (PT. MIT), Hiendra Soenjoto akhirnya telah dijatuhi dakwaan oleh JPU. Dakwaan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada sidang di Pengadilan Tipikor pada 22 Januari 2021.  

Dakwaan tersebut dibacakan setelah Hiendra berhasil ditangkap oleh KPK. Hiendra sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 16 Desember 2019. Namun setelah itu, Hiendra selalu mangkir dari pemanggilan pemeriksaan. Hingga akhirnya KPK memasukkan namanya dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 11 Februari 2020.

Namun pada akhirnya pelarian Hiendra berakhir dan dapat ditangkap pada 29 Oktober 2020. Ia terjerat kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada 2011-2016. Diduga ia memberikan suap kepada Sekretaris MA, Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono.

“Telah melakukan perbuatan yang sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut. Memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang sebesar 45,7 miliar rupiah,” tulis JPU dalam surat dakwaannya.

Dalam keterangan JPU, kasus suap tersebut disamarkan seolah-olah dengan perjanjian kerjasama pembangunan pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTM). Perjanjian tersebut adalah antara Hiendra dan Rezky, dimana dalam perjanjian itu uang suap diberikan bertahap sejak 21 Mei 2015 hingga 5 Februari 2016.

Atas perbuatannya tersebut Hiendra dijerat Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Hiendra didakwa hukuman penjara empat tahun dan denda 150 juta rupiah subsider enam bulan kurungan.

Alasan Hiendra Suap Sekretaris MA

Hiendra memberikan suap kepada Nurhadi dan menantunya untuk mengurus dua perkara yang dihadapi PT. MIT. Yaitu perkara PT. MIT melawan PT. Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait dugaan perjanjian sewa deep kontainer. PT. MIT menyewa depo kontainer milik PT. BKN seluas 57.300 meter persegi dan seluas 26.800 meter persegi di BKN Marunda.

Selain itu, Hiendra juga memberi suap untuk menyelesaikan kasus sengketa kepemilikan saham PT. MIT yang melawan Azhar Umar. Atas permohonan Hiendra, Nurhadi dan Rezky lalu mengupayakan hal tersebut.

Sebenarnya, perkara ini adalah pengembangan perkara Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta pada 20 April 2016. Dalam OTT, KPK meringkus Panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution dan pegawai PT. Artha Pratama Anugerah, Doddy Aryanto Supeno. Bersamanya diamankan barang bukti uang senilai 50 juta rupiah.

“Dari perkara ini, kemudian terbongkarlah skandal suap yang melibatkan pejabat di pengadilan dan beberapa pihak swasta dari korporasi yang besar,”ujar Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar.

Dalam perkara ini, Nurhadi dan Rezky juga mendapatkan dakwaan dan hukuman. Keduanya didakwa melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain itu, Nurhadi dan Rezky juga didakwa karena menerima gratifikasi. Keduanya melanggar Pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP).

Penulis: Serafina Indah Chrisanti

Editor: Sebastian Simbolon

TIDAK ADA KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini