
Setelah pandemi Covid-19 cukup memporak-porandakan ekonomi dunia, kali ini dunia juga diguncang isu resesi. Prediksi ini juga disampaikan oleh Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani. Sri Mulyani menyebutkan bahwa isu resesi ini dipicu oleh banyaknya bank sentral yang melakukan pengetatan, kebijakan zero Covid di China, dan dampak dari berlarutnya perang antara Ukraina dan Rusia.
“Keadaan ini juga dipicu adanya inflasi yang tinggi akibat melesatnya harga pangan dan energi di sejumlah negara seperti Eropa dan AS. Inflasi ini menyebabkan bank sentral di negara maju menaikkan suku bunga. Jika hal ini terus berlanjut, dunia akan mengalami resesi pada tahun 2023,” ujar Sri Mulyani.
Resesi sendiri adalah sebuah keadaan dimana perekonomian negara sedang memburuk. Memburuknya keadaan ekonomi ditandai dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang negatif, pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut, dan meningkatnya angka pengangguran.
Ada banyak sekali dampak yang disebabkan oleh keadaan ini terutama pada sektor ekonomi seperti:
- Banyaknya PHK bahkan beberapa perusahaan akan gulung tikar karena perlambatan ekonomi
- Kinerja instrumen investasi akan mengalami penurunan sehingga investor cenderung menempatkan dananya pada bentuk investasi yang aman
- Daya beli masyarakat menurun karena kondisi ekonomi yang sulit akan membuat masyarakat fokus memenuhi kebutuhan terlebih dahulu
Ada beberapa negara yang diprediksi akan mengalami resesi pada tahun 2023. Beberapa yang sudah mulai terlihat seperti Eropa. Eropa mengalami kenaikan harga gas alam, selain itu juga terjadi defisit perdagangan pada Mei 2022. Bahkan inflasi di Eropa juga tinggi yang mengakibatkan suku bunga acuan bank sentral Inggris naik 200 basis poin selama 2022.
Apakah Indonesia Juga Akan Mengalami Resesi?
Meskipun masuk pada daftar negara yang mungkin akan mengalami resesi sebesar 3%, Sri Mulyani mengatakan posisi Indonesia masih cukup aman. Hal ini terlihat dari kinerja perekonomian perekonomian Indonesia yang semakin membaik hingga bulan Agustus 2022 dengan tumbuh sebesar 5,4 persen.
“Sampai semester 1 Tahun 2022 ini, GDP kita sudah 7,1 persen diatas level sebelum terjadinya pandemi. Ini berarti kita sudah recover dari sisi perekonomian. Padahal negara seperti Meksiko, Thailand, dan Jepang GDP nya masih dibawah level, artinya mereka belum pulih,” ujar Sri Mulyani.
Selain itu kinerja ekspor Indonesia cukup impresif sehingga mencatatkan surplus perdagangan pada neraca perdagangan mencapai USD 5,76 miliar pada Agustus 2022. Sektor lain seperti penjualan ritel tumbuh di angka 5,4 persen, pertumbuhan di sektor ekonomi pada angka 11,2 persen, dan pertumbuhan konsumsi listrik mencapai 24,1 persen.
Meskipun dalam posisi yang aman, pemerintah akan terus menjaga kinerja Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebagai pondasi utama dalam mengantisipasi ketidakpastian perekonomian global. APBN dapat melindungi masyarakat dan perekonomian, sehingga pemerintah akan berusaha melindungi APBN dari guncangan-guncangan pasar keuangan Global.
Penulis: Serafina Indah
Editor: Sebastian Simbolon