Global Indonesia Edarkan Obat Ilegal, Pabrik di Yogyakarta Ini Ditutup Polisi

Edarkan Obat Ilegal, Pabrik di Yogyakarta Ini Ditutup Polisi

Penangkapan Tersangka Pabrik Obat Ilegal/jogja.polri.go.id

Dua pabrik obat keras ilegal yang ada di Yogyakarta digerebek polisi pada 21 September 2021. Pabrik yang tidak disebutkan namanya tersebut terletak di Jl. PGRI I Sonosewu No. 158, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul. Serta satu lagi berada di Jl. Siliwangi Ringroad Barat, Pelemgurih, Gamping, Sleman. 

“Penelusuran ini tidak lepas dari pengamatan yang sudah lama dilakukan jajaran reserse narkoba. Terutama berkaitan dengan peredaran obat keras ilegal jaringan Jabar-DKI Jakarta-DIY-Jatim-Kalsel. Karenanya, pengungkapan ini sangat berarti dan dapat menyelamatkan banyak jiwa,” ujar Dirtipid Narkoba, Brigjen Pol. Des. Krisno Halomoan Siregar, S.I.K.

Dalam penggerebekan tersebut, polisi menyita beberapa barang bukti. Diantaranya adalah sebanyak 5 juta obat psikotropika. Jenisnya antara lain adalah Hexymer (meningkatkan kendali otot dan mengurangi kekakuan, biasanya untuk penderita Parkinson), Trihex. Selain itu ada juga DMP, Tramadol (obat pereda rasa sakit), double L, dan Alprazolam (obat terapi pada gangguan cemas) dimana semuanya merupakan obat ilegal. Polisi juga menyita satu truk colt bernomor polisi AB 8608 IS.

Selain itu, polisi juga menemukan beberapa barang produksi. Antara lain mesin-mesin produksi obat ilegal, bahan kimia dan prekursor obat, dan adonan prekursor yang siap diolah menjadi obat. Selain itu ditemukan juga mesin oven dan juga mixer.

Selanjutnya, dalam pengungkapan pabrik obat ilegal ini polisi menangkap tiga tersangka. Ketiganya adalah LSK (49) dan JSR (56) warga Kasihan Bantul dan WZ (53) warga Karanganyar, Jawa Tengah.

Produksi 2 Juta Obat Ilegal per Hari

Menurut pengakuan dari para tersangka, bisnis ilegal ini sudah dijalankan sejak tahun 2018. Mereka dapat memproduksi sebanyak 2 juta obat ilegal per hari yang dihasilkan dari 7 mesin. Diperkirakan jika bekerja selama 24 jam, dalam satu bulan pabrik tersebut dapat menghasilkan 420 juta obat ilegal.

“Pengungkapan pabrik ini adalah kasus skala besar. Dapat terlihat dari mesin, luas tempat, dan juga kelengkapannya,” ujar Brigjen Pol Krisno.

Salah satu tersangka mengaku biaya produksi pabrik dalam satu bulan dapat mencapai 2-3 miliar rupiah. Biaya ini sudah termasuk keperluan membeli bahan dan penggajian. Tersangka juga mengaku, mengirimkan obat berdasarkan pesanan namun ia juga melakukan penyetokan.

Modus Operandi

Modus operandi yang dilakukan adalah menjual obat yang izinnya sudah dicabut oleh BPOM RI. Obat tersebut dikirim ke berbagai daerah di Indonesia dengan menggunakan jasa pengiriman barang.

Kepala Balai Besar POM Yogyakarta, Dra. Dewi Prawitasari, Apt, M.Kes mengatakan obat yang diproduksi sudah dilarang keras oleh BPOM. Obat jenis Trihex dan Hexymer sudah dilarang produksi dan nomor izin edarnya sudah dicabut oleh BPOM. Hal itu disebabkan karena obat-obat tersebut banyak disalahgunakan. Beberapa efek sampingnya dapat membahayakan, seperti euforia berlebihan dan kecanduan.

Atas perbuatannya memperdagangkan obat ilegal tersebut, para tersangka dijerat beberapa pasal. Yaitu Pasal 60 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atas perubahan Pasal 197 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan subsider Pasal 196 dan/atau Pasal 198 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juncto Pasal 55 KUHP. Dengan ancaman pidana 15 tahun penjara dan denda 1,5 miliar rupiah subsider 10 tahun penjara.

Selain itu mereka juga dijerat Pasal 60 UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda 200 juta rupiah.

Penulis: Serafina Indah Chrisanti

Editor: Sebastian Simbolon

TIDAK ADA KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini