Eks Dirut Pertamina, Karen Agustiawan/voi.id

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Pertamina periode 2009-2014, Karen Agustiawan sebagai tersangka korupsi Liquefied Natural Gas (LNG). Eks Dirut Pertamina tersebut telah ditahan di Rutan KPK selama 20 hari hingga 8 Oktober 2023 mendatang. Atas kasus korupsi tersebut, negara mengalami kerugian hingga 2,1 triliun rupiah.

Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan kasus korupsi LNG ini bermula pada tahun 2012. Saat itu Pertamina memiliki rencana pengadaan LNG untuk mengatasi defisit gas yang diprediksi akan terjadi di Indonesia pada tahun 2009-2040. Saat itu Karen sedang menjabat dan memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian kerja dengan sejumlah perusahaan luar negeri seperti Corpus Christi Liquefaction (CCL) LCC Amerika Serikat.  

“Tersangka secara sepihak memutuskan untuk melakukan kontrak tanpa analisis menyeluruh dan tidak melaporkan kepada Dewan Komisaris PT. Pertamina. Eks Dirut Pertamina tersebut juga tidak melakukan pelaporan untuk dibahas di Rapat Umum Pemegang Saham. Jadi tindakan tersebut sebenarnya belum disetujui pemerintah,” ungkap Firli.

Sayangnya dalam prosedur tersebut kargo LNG milik PT. Pertamina yang dibeli dari CCL tidak terserap ke pasar domestik. Ini menyebabkan kargo oversupply dan tidak pernah masuk pasar Indonesia. Keadaan oversupply ini menyebabkan kargo harus dijual ke pasar internasional dengan harga yang lebih rendah dan jelas merugikan.

Perbuatan Karen ini bertentangan dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor: Per-01/MBU/2011 tanggal 11 Agustus 2011 dan Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT. Pertamina. Karen dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Eks Dirut Pertamina Sempat Bantah Tuduhan

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, eks Dirut Pertamina, Karen Agustiawan sempat membantah telah merugikan negara. Karen menyebut keputusan tersebut merupakan aksi korporasi berdasarkan Inpres Nomor 1 tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 dan bukan aksi pribadi.

“Kontrak kerja itu bukan keputusan sepihak. Itu adalah perintah dari jabatan dan saya sudah melaksanakan sesuai dengan anggaran dasar, ada dua diligence. Selain itu ada tiga konsultan yang terlibat dan tentunya sudah disetujui secara kolektif kolegial secara sah untuk menuangkan apa yang ada di proyek strategis nasional,” ujar Karen.

Penulis: Serafina Indah

Editor: Sebastian Simbolon

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini