Ilustrasi Ekspor Minyak Goreng/setkab.go.id

Pemerintah telah resmi menetapkan kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng atau Refined, Bleached, Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein). Kebijakan ini sesuai dengan arahan Presiden diberlakukan hingga tersedianya minyak goreng curah di masyarakat dengan harga 14 ribu rupiah per liter yang merata di wilayah Indonesia.

Pelarangan ekspor berlaku untuk produk RBD Palm Olein dengan tiga kode Harmonized System (HS) yaitu 1511.90.36; 1511.90.37; dan 1511.90.39. Sementara itu untuk produk CPO dan RPO masih tetap dapat diekspor sesuai dengan kebutuhan. Dengan keadaan ini, perusahaan tetap dapat membeli tandan buah segar dari petani.

Kebijakan pelarangan ekspor sementara ini sesuai dengan ketentuan dari Article XI GATT yang mengatur bahwa sebuah negara anggota organisasi perdagangan dunia (WTO) dapat menerapkan larangan ekspor sementara. Hal ini dapat dilakukan agar dapat mencegah dan mengurangi kekurangan bahan makanan atau produk penting yang lainnya.

Sebelumnya kita tahu bahwa pemerintah telah menerapkan kebijakan harga minyak goreng curah adalah 14 ribu rupiah per liter. Namun kenyataannya masih banyak ditemukan di pasaran ada pedagang curang yang menjual minyak lebih dari harga yang telah ditentukan oleh pemerintah. Hal ini membuat pemerintah akan melakukan pengawasan yang lebih ketat.

“Evaluasi mengenai kebijakan pelarangan ekspor ini akan dilakukan terus menerus. Setiap pelanggaran yang ada akan ditindak tegas sesuai peraturan perundang-undangan. Jika dianggap perlu juga akan dilakukan penyesuaian kebijakan,” ujar Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Kasus Korupsi Izin Ekspor Minyak Goreng

Harga minyak goreng di Indonesia sempat melejit beberapa waktu. Hal ini membuat banyak pedagang dan ibu rumah tangga kewalahan, ditambah lagi beberapa waktu lalu beredar informasi bahwa ada kasus korupsi izin ekspor minyak goreng. Menurut Kejaksaan Agung, ada beberapa tersangka yang ternyata merupakan pegawai Kementerian Perdagangan.

Salah satu yang menjadi tersangka adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana. Dalam kasus ini, pemerintah tetap memberikan izin ekspor kepada perusahaan eksportir atas produk CPO dan turunannya pada Januari 2021 hingga Maret 2022. Padahal perusahaan tersebut belum tentu memenuhi Domestic Price Obligation (DPO).

“IWW ditetapkan sebagai tersangka karena dialah pejabat yang paling berwenang untuk meneliti pengajuan-pengajuan ekspor. Dengan syarat diizinkan jika terpenuhi 20% kemudian berubah jadi 30%. Kenyataannya itu diizinkan meskipun tidak memenuhi. Jadi sudah jelas bahwa semuanya merupakan tindakan manipulasi,” ujar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah.

Maka benar bahwa kasus inilah yang menyebabkan adanya kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di Indonesia beberapa waktu ini. Selain Wisnu, ada tiga tersangka lagi yang ditetapkan. Ketiganya berasal dari perusahaan besar di Indonesia seperti PT. Wilmar Nabati Indonesia, Permata Hijau Group, dan PT. Musim Mas.

Penulis: Serafina Indah Chrisanti

Editor: Sebastian Simbolon

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini