Hotel Mandarin Regency Batam/mediaemiten.com

Kejaksaan Agung melakukan penyitaan terhadap bangunan Hotel Mandarin Regency yang terletak di wilayah Batam, Kepulauan Riau. Diketahui bangunan hotel tersebut adalah milik Benny Tjokro, terdakwa kasus korupsi pengelolaan uang dan investasi Asabri. Bangunan hotel tersebut berada di enam bidang tanah yang berbeda dengan total luas 7.360 meter persegi di wilayah Batam, dengan rincian sebagai berikut:

  1. Satu bidang tanah atau bangunan sesuai HGB No. 1640 dengan luas 6.184 meter persegi;
  2. Satu bidang tanah atau bangunan sesuai HGB No. 1618 dengan luas 104 meter persegi;
  3. Satu bidang tanah atau bangunan sesuai HGB No. 1516 dengan luas 82 meter persegi;
  4. Satu bidang tanah atau bangunan sesuai HGB No. 1514 dengan luas 82 meter persegi;
  5. Satu bidang tanah atau bangunan sesuai HGB No. 1641 dengan luas 825 meter persegi
  6. Satu bidang tanah atau bangunan sesuai HGB No. 1483 dengan luas 82 meter persegi;

“Penyitaan bangunan hotel telah mendapat penetapan Ketua Pengadilan Negeri Batam dengan Nomor 320/Pen.Pid/2021/PN.Btm tertanggal 15 April 2021. Hal ini berkaitan dengan tersangka Benny Tjokro,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak.

Benny Tjokro sendiri merupakan salah satu pihak swasta yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi Asabri. Korupsi tersebut merugikan negara hingga 23,7 triliun rupiah. Oleh sebab itu, penyitaan aset para tersangka dilakukan untuk mengganti kerugian negara dan sebagai alat bukti.

Ada beberapa aset lain Benny Tjokro yang disita selain hotel. Aset-aset tersebut adalah sejumlah tambang, barang mewah seperti mobil, apartemen, tanah, hingga beberapa kapal tongkang. Dari hasil penyitaan aset milik Benny Tjokro tersebut baru terkumpul 10,5 triliun rupiah.

Peran Benny Tjokro Dalam Kasus Korupsi Asabri

Benny Tjokro menjadi salah satu pihak swasta yang terlibat dalam kasus korupsi Asabri. Ia dan Heru Hidayat bekerjasama dengan jajaran Direktur PT. Asabri untuk menempatkan investasi dalam bentuk pembelian saham maupun produk reksadana yang terafiliasi dengan mereka. Penempatan investasi ini tidak disertai analisis fundamental dan teknikal.

Penempatan investasi sengaja dibuat sebagai formalitas. Padahal sejatinya hal tersebut melanggar ketentuan SOP dan Pedoman Penempatan Investasi yang berlaku di PT. Asabri. Tentunya hal yang dilakukan tersebut melanggar hukum.

Dalam kasus korupsi ini sendiri, Benny Tjokro dijerat Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Selain itu sangkaan primer terhadap Benny Tjokro adalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penulis: Serafina Indah Chrisanti

Editor: Sebastian Simbolon

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini