
Tanggal 15 Juni selalu diperingati sebagai Hari Demam Berdarah ASEAN, yang artinya perayaan juga diperingati di Indonesia. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus yang dibawa oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti. DBD perlu diwaspadai apalagi sekarang di beberapa wilayah di Indonesia sudah mulai sering turun hujan. Di musim penghujan, nyamuk Aedes Aegypti lebih mudah berkembang biak karena pada saat musim penghujan banyak tampungan air. Tampungan air adalah tempat yang disukai nyamuk Aedes Aegypti.
Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat dicegah dengan gerakan 3M+. 3M+ merupakan gerakan untuk menutup semua tampungan air atau sumber air, menutup bak mandi, dan mendaur ulang barang bekas. Sementara plusnya adalah menggunakan ikan pemakan jentik jika di dalam rumah terdapat tanaman yang berisikan air karena dapat menjadi sumber berkembangbiaknya jentik nyamuk.
“DBD bisa berkembang jadi kondisi yang berat dan gawat yang disebut dengan dengue shock syndrome. Gejalanya berupa muntah, nyeri perut, perubahan suhu tubuh dari demam jadi dingin atau hipotermia, dan melambatnya denyut jantung. Sampai saat ini belum ada obat untuk DBD, pemberian obat untuk pasien DBD hanya ditujukan untuk mengurangi gejalanya seperti demam dan mencegah komplikasi,” ujar dr. Reisa Broto Asmoro selaku Tim Komunikasi Gugus Tugas Penanganan Covid-19.
DBD harus lebih diwaspadai saat ini karena virus Covid-19 juga masih berkembang dan angkanya semakin naik. DBD dan Covid-19 harus diwaspadai karena keduanya memiliki salah satu gejala yang sama yaitu demam. Namun meskipun gejala demam sama-sama dialami oleh kedua penyakit tersebut, polanya tetap berbeda.
“Pada demam dengue fase demam terjadi akibat diremia, diremia artinya di dalam darah ada virus yang beredar. Berbeda dengan demam Covid-19, demam ini bisa disertai dengan gejala respirasi yang lebih dominan seperti sesak napas, batuk, susah menelan, ansomnia (kondisi saat seseorang tidak bisa mencium bau),” kata Perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Dr. dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, KPTI.
Perbedaan Demam Berdarah Dengue dan Covid-19
Meskipun Demam Berdarah Dengue dan Covid-19 memiliki satu gejala yang sama yaitu demam, ada beberapa perbedaan gejala antara kedua penyakit tersebut yang dapat diamati dalam tabel berikut.
Demam Berdarah Dengue | Covid-19 |
Fase demam akibat diremia (didalam darah ada virus yang beredar), sampai biasanya kurang lebih 3 hari | Demam disertai dengan respirasi yang dominan (sesak napas, batuk, susah menelan, dan ansomnia) |
Muka mengalami merah khas | Tidak membuat muka merah |
Fase hari ke 1-3 demam, hari ke 3-6 kritis, fase setelah hari ke-6 fase penyembuhan | Hari ke-1 demam, antara hari ke-5 sampai ke-7 mulai gejala respiratorik, dan saturasi oksigen mulai menurun |
Demam sulit diturunkan oleh obat, mendadak, dan langsung tinggi | |
Sakit kepala bagian depan atau dibelakang bola mata |
Sementara itu Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Mulya Rahma Karyanti Sp.A(K) mengatakan bagi anak-anak demam dengue biasanya terjadi akut mendadak dan muka mengalami merah khas, tapi pada Covid-19 tidak membuat muka merah. Yang dominan pada demam dengue adalah demam, kemudian batuk dan pileknya lebih ringan dibanding Covid-10.
“Pada infeksi dengue biasanya demam terjadi mendadak tinggi, namun setelah hari ketiga memasuki fase kritis yang harus diperhatikan adalah jangan sampai anak kekurangan cairan obat, karena di fase inilah terjadi kebocoran pembuluh darah yang bisa menyebabkan kematian. Sedangkan pada Covid-19 demam bisa tinggi tapi bisa disertai batuk pilek ditambah sesak. Terutama masa kritisnya adalah pada akhir minggu pertama, disinilah saturasi oksigen bisa menurun,” ujar dr. Mulya.
Penulis: Serafina Indah Chrisanti
Editor: Sebastian Simbolon