

Ditengah badai pandemi Covid-19, beberapa perusahaan susah payah bertahan. Salah satunya adalah perusahaan ritel dibawah naungan PT. MAP Aktif Adiperkasa, yaitu SOGO. Dikabarkan, 300 karyawan SOGO telah dirumahkan atau mengalami PHK sejak 1 Agustus-November 2020. Selain itu, 2.500 karyawan juga dipotong gajinya sebesar 20 persen secara sepihak sejak Juni 2020.
“Bahkan manajemen juga menyurati karyawan untuk secara sukarela mengajukan PHK kepada perusahaan. Dan dijanjikan akan diganti dengan imbalan 1 PMTK atau pesangon sesuai dengan Pasal 22 Kepmenaker,” ujar Ketua Bidang Hukum Serikat Pekerja Industri Ritel Indonesia, Onny Assaad.
PHK yang dilakukan oleh SOGO tersebut dilakukan dengan alasan adanya pandemi Covid-19 sehingga beberapa gerai harus ditutup. Sayangnya, meskipun melakukan PHK, pihak perusahaan disebut tidak memiliki itikad baik untuk membayarkan pesangon karyawannya. Sesuai ketentuan dari UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, karyawan yang di PHK berhak mendapatkan 2 kali PMTK yang terdiri dari uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
Namun, perusahaan disebut mau memberikan 2 PMTK dikalikan hanya dengan gaji pokok. Bukan dengan gaji pokok ditambah tunjangan yang sifatnya tetap. Selain itu perusahaan juga menolak memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) dan cuti yang dipotong tanpa persetujuan dari para karyawan.
Bahkan dalam negosiasi uang pesangon, perusahaan tidak mengikutsertakan pendampingan dari serikat pekerja. Perusahaan melakukan negosiasi secara individu dengan masing-masing pekerja yang terkena PHK.
“Tentu ini melanggar Pasal 28 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2020 tentang serikat pekerja. Jika berlanjut, maka akan kami laporkan kepada pihak yang berwajib,” ujar Onny.
Pandemi, MAP Group Rugi 605 Miliar Rupiah
Sementara itu MAP Group sendiri sampai September 2020 telah mencatatkan rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar 605,33 miliar rupiah. Padahal pada tahun 2019, MAP Group mendapatkan laba bersih 642,84 miliar rupiah. Kerugian terjadi akibat banyaknya gerai yang harus ditutup karena adanya pandemi Covid-19.
“Selain itu, ada juga kenaikan yang terjadi pada biaya supply chain disebabkan karena pandemi Covid-19. Biaya tenaga kerja jangka pendek terkait reorganisasi back office dan juga investasi jangka panjang dalam bisnis digital,” ujar VP Head of Investor Mitra Adiperkasa, Ratih Darmawan Gianda.
Sayangnya, menurut Onny, alasan pandemi Covid-19 terkadang digunakan oleh perusahaan untuk memutuskan sesuatu secara sepihak. Perusahaan juga tidak membicarakannya dahulu dengan karyawan. Sehingga jelas hal tersebut melanggar peraturan Tenaga Kerja.
Menurut serikat pekerja, perusahaan tidak menjalankan Manajemen Perusahaan Secara Baik terutama menjalankan ketentuan Pasal 70 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Dimana perusahaan diwajibkan untuk menyimpan dana cadangan sebesar 20% dari keuntungan yang diperoleh tiap tahun buku. Dana cadangan ini dapat digunakan untuk antisipasi kerugian yang mungkin dialami di kemudian hari.
“Perusahaan tidak mau mengerti tentang tanggung jawab sosial yang disebutkan dalam pasal 70 UUPT tersebut. Sehingga ketika ada pandemi Covid-19 seolah-olah adalah korban pertama yang harus diberi bantuan dan dapat melakukan hal-hal yang melanggar ketentuan ketenagakerjaan,” ujar Onny.
Penulis: Serafina Indah Chrisanti
Editor: Sebastian Simbolon