
Mardani Maming, Mantan Bupati Tanah Bumbu terjerat kasus suap dan gratifikasi pengurusan izin usaha pertambangan. Setelah sempat dikatakan buron, akhirnya Mardani datang ke gedung KPK pada 28 Juli 2022 didampingi oleh pengacaranya, Denny Indrayana. Ketika ditanya, Mardani mengaku bahwa KPK sudah tahu perihal kedatangannya ke gedung KPK hari itu.
Sebelumnya Mardani Maming disebut mangkir dari panggilan KPK sebanyak dua kali dan disebut tidak kooperatif. Bahkan KPK pernah melakukan penjemputan paksa dan penggeledahan, namun tidak menemukan Mardani. Bahkan KPK telah memasukkan namanya ke Daftar Pencarian Orang (DPO). Selain itu foto Mardani juga sempat disebar agar publik bisa ikut melaporkan.
“Kami telah memanggil tersangka sebanyak dua kali, namun tersangka mangkir. Sehingga kami menilai ia tidak kooperatif. KPK juga memasukkan tersangka ke DPO dan meminta bantuan Bareskrim untuk menangkap tersangka,” ujar Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri.
Namun pada akhirnya, Mardani Maming datang pada tanggal 28 Juli 2022 pukul 14.00 WIB. Setelah menyerahkan diri tersebut, Mardani akhirnya ditahan selama 20 hari terhitung tanggal 28 Juli-16 Agustus 2022 di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur guna menjalani proses penyelidikan lebih lanjut.
Atas perbuatannya menerima suap dan gratifikasi tersebut, Mardani menjadi tersangka dan dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Mengenai hukumannya, kami belum memperoleh informasi lebih lanjut.
Konstruksi Suap dan Gratifikasi Mardani Maming
Kasus suap dan gratifikasi yang dilakukan oleh Mardani Maming terjadi pada tahun 2011 saat dirinya masih menjabat sebagai Bupati Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. saat itu ia menerima suap dari pengusaha tambang PT. Bangun Karya Pratama Lestari untuk mempercepat izin pertambangan. Selain itu Mardani juga memerintahkan anak buahnya untuk membantu pengusaha tersebut.
“Diduga membantu PT. Bangun Karya Pratama Lestari (PT. BKPL) untuk memperoleh izin usaha pertambangan operasi dan produksi dengan luas tanah 370 hektar. Tanah tersebut berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan,” ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
Setelah kesepakatan tersebut, Mardani Maming membuat surat keputusan peralihan usaha izin pertambahan PT. BKPL. Dalam surat tersebut ada beberapa kelengkapan administrasi yang tanggalnya sengaja dimundurkan. Bahkan dokumen tidak dilengkapi tanda tangan atau paraf pejabat yang berwenang.
Mardani juga diduga mengurus izin pelabuhan untuk menunjang aktivitas pertambangan. Bahkan usaha pertambangan disebut telah dimonopoli oleh PT. Angsana Terminal Utama (PT. ATU). PT. ATU sendiri merupakan perusahaan milik Mardani Maming yang dikelola diri sendiri dan keluarga untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan.
PT. ATU diduga juga mendapatkan dana dari pemberi suap Mardani yang saat ini sudah meninggal dunia. Diduga sejak tahun 2014-2020, Mardani sudah menerima uang sebesar 104,3 miliar rupiah dari pengusaha PT. BKPL. Seluruh uang yang diterima, masuk ke perusahaan Mardani.
Penulis: Serafina Indah
Editor: Sebastian Simbolon