
Seorang Nakhoda Kapal TB. Transpower 247 milik PT. Trans Power Marine Tbk harus merasakan dinginnya sel penjara di Polda Kalimantan Selatan. Nakhoda yang bernama Irianto Said (41) tersebut dinilai bersalah karena melanggar Pasal 372 KUHP terkait kasus penggelapan dengan tuduhan menguasai kapal.
Kapten Irianto Said menjalani sidang vonis hukuman pada 12 Februari 2019. Oleh hakim, ia divonis 1 tahun penjara dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin. Namun sebenarnya, masih terdapat kejanggalan terhadap kasus tuduhan menguasai kapal tersebut.
“Kami masih bingung terhadap objek penggelapan berupa kapal. Proses penahanannya pun tidak sesuai dengan hukum positif yang berlaku dan hanya berdasarkan kepada keinginan pihak penyidik,” ujar Pengurus Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) Kalsel, Adnan yang mengawal jalannya kasus ini.
Kasus ini sebenarnya berawal dari tuntutan para nakhoda kapal dan kru yang meminta pihak perusahaan membayar upah mereka sesuai dengan Perjanjian Kerja Laut (PKL). Selain itu juga meminta penjelasan mengenai uang premi yang hangus namun tidak ada penjelasan apapun dari pihak perusahaan.
Adnan menyebutkan dalam PKL, gaji nakhoda adalah 9 juta rupiah. Namun sejak bulan April 2019, gaji yang diterima hanya 6 juta rupiah saja. Selain itu, uang premi dari bulan Oktober 2018 hingga April 2019 juga hangus dan tidak pernah dibayarkan. Namun tidak ada penjelasan dari perusahaan dan para kru kapal terus meminta penjelasan akan nasib 7 bulan premi berlayar mereka.
Sudah Pernah Bermediasi
Permasalahan tersebut sudah pernah berusaha diselesaikan secara musyawarah dan mediasi. Para nakhoda dibantu oleh PPI menyurati pihak perusahaan dan meminta kesediaan untuk melakukan mediasi pada tanggal 13 Mei 2019. Sayangnya perusahaan tidak datang dalam pertemuan tersebut.
“Pada 20 Mei 2019 kami pihak PPI Kalsel mendatangai PT. Trans Power Marine Tbk Cabang Banjarmasin untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Tapi, lagi-lagi kami hanya ditemui pihak perusahaan yang tidak berkompeten untuk menyelesaikan permasalahan ini,” ujar Adnan.
Pantang menyerah, pihak PPI Kalsel kembali meminta waktu untuk mediasi ketiga kalinya pada 7 Juli 2019 di Kantor KSOP Banjarmasin. Pertemuan tersebut dihadiri oleh tim dari Manajemen Jakarta dalam hal ini Direktur Operasional dan Tim Bunker.
Sayangnya pertemuan tersebut tidak mendapatkan titik temu dan akhirnya perusahaan melaporkan nakhoda ke pihak Ditpolairud Polda Kalimantan Selatan dengan tuduhan penguasaan kapal. Perusahaan mengatakan dasar pelaporan tersebut adalah habisnya kontrak kerja nakhoda sejak 12 Juni 2019 namun nakhoda disebut tidak mau meninggalkan kapal. Sehingga kapal tidak dapat beroperasi.
Kejanggalan Laporan Perusahaan Terhadap Nakhoda
Menanggapi laporan perusahaan terhadap dirinya, Nakhoda Irianto Said memberikan pernyataan. Ia mengatakan bahwa tidak ada penahanan kapal seperti yang dituduhkan. Kapten Irianto hanya menunda pergerakan kapal karena kapal belum laik laut sesuai Undang-Undang Pelayaran.
Nakhoda wajib memastikan kapalnya laik laut dan melaporkan kepada syahbandar dan berhak menolak melayarkan kapalnya jika tidak laik laut sesuai Pasal 138 UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Dalam hal tersebut, pihak syahbandar pun tidak memberikan izin berlayar pada Kapal TB. Transpower 247.
Terkait penguasaan kapal, disebutkan bahwa nakhoda dan kru tidak menguasai kapal karena posisi kapal tidak berpindah dari dok Batola. Selain itu, nakhoda dan kru kapal tidak menguasai dokumen karena dokumen kapal berada di tangan agen kapal/kantor cabang PT. Trans Power Marine Tbk.
Selain itu, terkait kontrak kerja nakhoda, fakta di lapangan membuktikan bahwa Surat Ijin Gerak Kapal TB Transpower 247 pada tanggal 27-30 Juni 2019 masih atas nama Kapten Irianto Said. Dengan kata lain, pihak KSOP masih mengakui keberadaan Kapten Irianto Said sebagai nakhoda Kapal TB Transpower 247
“Pihak perusahaan beralasan ada surat mutasi Off nakhoda atas nama Irianto Said tertanggal 1 Juli 2019. Tetapi faktanya surat mutasi off tersebut tidak pernah diberikan pada nakhoda dan baru dikirim Via Whatsapp pada 26 Juli 2019. Bahkan sampai sekarang, surat mutasi off secara fisik juga belum diberikan pada nakhoda,” ujar Adnan.
Penulis: Serafina Indah Chrisanti
Editor: Sebastian Simbolon