
Salah seorang oknum pegawai Bank Harda diketahui memasarkan dan menawarkan produk tak berizin kepada nasabah. Produk yang ditawarkan berupa Forward Trade Confirmation (FTC), yaitu berbentuk kontrak jual beli saham antara nasabah Bank Harda dan PT. Hakim Putra Perkasa (HPP). PT HPP merupakan pemegang saham pengendali milik Bank Harda.
Transaksi FTC ini digambarkan seperti jika bunga deposito Bank Harda ditawarkan pada level 8%, maka untuk produk FTC bunganya mencapai 10% untuk dana dibawah 5 miliar rupiah dan 11% untuk dana diatas 5 miliar rupiah.
Oknum yang tidak disebutkan namanya tersebut mengaku sudah melakukan transaksi sejak tahun 2015 dan berhasil menghimpun dana 150 miliar rupiah dari nasabah. Ia mengaku mendapatkan komisi atas penjualan produk tak berizin tersebut. Sementara itu, Manajemen Bank Harda mengaku tidak menugaskan pegawainya untuk melakukan penjualan produk FTC. Instruksi tersebut didapatkan pegawainya langsung dari PT. HPP.
“Manajemen telah melakukan upaya mitigasi berupa monitoring rekening pegawai terutama bagian marketing. Manajemen juga akan memastikan status transaksi yang dilakukan pegawai. Kami juga akan mengadakan semacam reguler audit,” ujar Manajemen Bank Harda kepada beberapa media.
Transaksi tak berizin tersebut disebutkan tidak menguntungkan Bank Harda. Melainkan keuntungan dari penjualan tersebut langsung masuk ke rekening PT. HPP. Mengenai oknum pegawai yang melakukan penjualan tak berizin tersebut, Bank Harda sudah menjatuhi sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kami menjamin bahwa semua simpanan pihak ketiga dipastikan aman. Serta operasional tetap berjalan dengan baik. Atas nama direksi Bank Harda, kami memohon maaf kepada seluruh nasabah dan stakeholders atas ketidaknyamanan yang dialami. Semoga kedepan Bank Harda menjadi lebih baik lagi untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,” ujar Manajemen.
Temuan Otoritas Jasa Keuangan
Adanya aktivitas penjualan produk tak berizin tersebut ditemukan berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemeriksaan tersebut dilaksanakan OJK dan selesai pada 9 Juli 2020. Dalam auditnya, OJK memeriksa transaksi pada core banking tahun 2017-2019.
Berdasarkan pemeriksaan OJK menemukan adanya transaksi pemindahbukuan dari rekening beberapa nasabah Kantor Cabang Bandung kepada rekening PT. HPP. Kemudian OJK melakukan sampling mutasi rekening pegawai dan ditemukan transfer dana dari rekening HPP ke pemimpin Kantor Cabang Bandung dengan nilai 112,495 juta rupiah atau 1,73% dari total transaksi pembelian saham senilai 6,5 miliar rupiah.
Transfer dana dilakukan dua kali. Yaitu dilakukan pada 18 Mei 2018 senilai 72 juta rupiah dan pada 7 September 2018 senilai 40 juta rupiah. Setelah diperiksa, dana masuk tersebut ternyata berasal dari hasil penjualan produk Forward Trade Confirmation (FTC) dengan besaran yang beragam.
“Dalam hal ini bisa saja diberikan sanksi kepada pemiliknya jika memang melakukan pelanggaran. Sejauh ini sanksi yang diberikan adalah surat peringatan. Namun juga tidak menutup kemungkinan akan dikenakan tindakan keras seperti sanksi fit and proper jika penjualan produk non bank masih dilakukan,” ujar Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK, Slamet Edy Purnomo.
Sementara itu Manajemen Bank Harda menyebutkan, praktik ilegal tersebut baru diketahui setelah adanya audit dari pihak OJK. Selama ini audit internal yang dilakukan tidak pernah mendeteksi adanya transaksi penjualan produk FTC tersebut. Bank Harda menjadikan hal tersebut sebagai perbaikan yang harus dilakukan oleh manajemen.
Penulis: Serafina Indah Chrisanti
Editor: Sebastian Simbolon