
PT. Intan Baruprana Finance Tbk (IBFN) mendapat surat peringatan ketiga atau SP3 dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama Intan Baruprana Finance, Carolina Dina Rusdiana dalam surat bertanggal 3 Agustus 2021 dengan Nomor 050/IBF/CORSEC-SK/VIII/2021. IBFN disebut belum memenuhi modal minimum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“IBFN mendapatkan surat peringatan ketiga dari OJK perihal Penetapan Pelanggaran Rasio Modal Sendiri terhadap Modal Disetor dan Permodalan. Perseroan baru memperoleh SP3 dari OJK pada 28 Juli 2021 lalu,” ujar Carolina Dina Rusdiana.
Dalam SP3 yang diberikan oleh OJK, IBFN disebut melanggar Pasal 88 POJK 35/2018. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan, perusahaan multifinance wajib memiliki rasio ekuitas terhadap modal disetor paling rendah 50 persen. Sayangnya IBFN mencatatkan raiso dibawah rasio minimal.
Kemudian berdasarkan Pasal 111 POJK 35/2018, perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 88 wajib menyampaikan rencana pemenuhan rasio, paling lama satu bulan setelah tanggal penetapan terjadinya pelanggaran. Jadi IBFN memiliki waktu hingga 28 Agustus 2021 untuk menyampaikan rencana pemenuhan rasio tersebut.
“Jika dalam dua bulan perusahaan belum menyampaikan rencana pemenuhan dan mendapatkan persetujuan dari OJK atas rencana pemenuhan yang disampaikan, maka perusahaan dapat dikenakan sanksi lebih lanjut dari OJK,” ujar Carolina.
IBFN sendiri sepanjang tahun 2020 mencatatkan rugi tahun berjalan sebesar 598 miliar rupiah. Jumlah tersebut meningkat dari rugi bersih yang dicatatkan pada tahun 2019 yaitu sebesar 117 miliar rupiah.
Dampak Defisit Modal
Sebelumnya, IBFN telah mendapatkan surat peringatan kedua dari OJK pada 27 Mei 2021. Hal tersebut terjadi karena perseroan mengalami akumulasi defisit sebesar 1,18 triliun rupiah dan defisiensi modal sebesar 322,30 miliar rupiah per akhir 2020. Keadaan tersebut sudah dijelaskan IBFN kepada BEI.
“Perusahaan sudah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki struktur permodalan. Pertama, mengajukan permohonan pada kreditur untuk melakukan konversi utang menjadi saham atau instrumen lainnya. Kedua, mencari investor strategis untuk memperkuat struktur permodalan,” ujar Direktur IBFN, Alexander Reyza.
Bahkan pada tahun 2021, perusahaan tidak memiliki pembiayaan baru karena belum ada sumber pendanaan baru baik dari perbankan dan lainnya. Reyza mengatakan saat ini para kreditur separatis masih dalam rencana internal untuk mengkonversi utang menjadi saham.
Penulis: Serafiina Indah Chrisanti
Editor: Sebastian Simbolon