
Dalam pelaksanaannya, seluruh sektor perekonomian rawan mengalami Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terutama untuk sektor jasa keuangan. Berdasarkan penilaian risiko Indonesia terhadap TPPU tahun 2021 yang dilakukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), risiko tertinggi seseorang melakukan TPPU adalah korupsi dengan poin 9,0 dari skala 10.
Selain itu, disebutkan bahwa pihak yang rentan melakukan tindak pidana pencucian uang di Indonesia adalah Korporasi dan Perseorangan. Oleh sebab itu, untuk mencegah hal tersebut terjadi OJK mengeluarkan peraturan mengenai Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan yang dituangkan dalam POJK Nomor 23 Tahun 2019.
POJK Nomor 23 Tahun 2019 adalah versi terbaru dari peraturan sebelumnya yaitu POJK Nomor 12 Tahun 2017. POJK yang mengatur tentang TPPU ini dibuat untuk mencegah adanya TPPU dan pendanaan terorisme yang dilakukan korporasi atau perseorangan. Tentunya karena tindakan tersebut bertentangan dengan hukum dan undang-undang.
Tindak pidana pencucian uang menurut UU Nomor 8 Tahun 2010 merupakan tindakan yang memenuhi unsur pidana seperti menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan, dengan mata uang atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan hasil Harta Kekayaan tersebut.
Sementara itu pendanaan terorisme adalah memberikan dana kepada kelompok atau seseorang yang berniat untuk menyebarkan teror kepada masyarakat. Kedua perbuatan tersebut harus dicegah karena dapat meresahkan dan membahayakan kelangsungan hidup masyarakat luas.
Bagaimana Cara Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme?
Untuk mencegah adanya tindak pidana pencucian uang dan juga pendanaan terorisme, Penyedia Jasa Keuangan (PJK) wajib mengidentifikasi risiko TPPU dan pendanaan terorisme dari calon nasabah. Kewajiban mengidentifikasi risiko ini dapat dilakukan dengan cara:
- Mendokumentasikan penilaian risiko
- Mempertimbangkan seluruh faktor risiko yang relevan sebelum mendapatkan tingkat keseluruhan risiko
- Mengkinikan penilaian risiko secara berkala
- Memiliki mekanisme memadai terkait penyediaan informasi penilaian risiko pada instansi yang berwenang
Selain itu PJK juga wajib melakukan verifikasi terhadap dokumen pendukung dan identifikasi terhadap calon nasabah. Verifikasi dapat dilakukan secara langsung (face-to-face) atau menggunakan sarana elektronik milik PJK atau pihak ketiga.
Selain itu PJK harus memastikan bahwa calon nasabah bertindak untuk diri sendiri atau untuk kepentingan pemilik manfaat. Hal-hal tersebut harus dilakukan untuk mencegah risiko calon nasabah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang atau pendanaan terorisme di Indonesia.
Penulis: Serafina Indah
Editor: Sebastian Simbolon