
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kejaksaan Agung untuk mendalami dugaan korupsi di PT. Pertamina. Dugaan korupsi tersebut berhubungan dengan pembelian gas alam cair (LNG) PT. Pertamina dengan Mozambique LNG-1 Company. Mozambique adalah perusahaan dari negara Mozambik, Afrika. Pembelian LNG disebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Terutama untuk suplai tenaga listrik dan kilang refinery development master plan (RDMP).
“MAKI mendesak Kejagung untuk melakukan penyelidikan dan meningkatkan ke penyidikan untuk menetapkan tersangka. Kami telah mengawal penanganan perkara ini selama satu bulan.” ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.
PT. Pertamina dan Mozambique telah meneken head of agreement (HoA) dengan volume 1 MTPA (million tonnes per annum) selama 20 tahun dengan harga 13,5 persen JCC. Akan tetapi ditemukan kerugian setelah teken tersebut karena ternyata diketahui harga pembelian lebih tinggi dari harga penjualan. Disebutkan juga, bahwa harga yang ditetapkan tidak mempertimbangan fluktuasi pasar.
“Pertamina diduga melakukan kesalahan dalam menganalisa LNG dalam negeri. Pada akhirnya LNG dari Mozambique dijual ke pasar internasional dengan harga murah. Sehingga pihak Pertamina mengalami kerugian,” ujar Boyamin.
Dugaan korupsi ini disebutkan telah merugikan negara hingga 2 triliun rupiah. Tidak hanya itu, negara juga mengalami kerugian sebesar 200 miliar rupiah. Kerugian disebabkan karena adanya bonus senilai ratusan miliar bagi anak-anak perusahaan Pertamina dalam penjualan LNG tersebut.
Kontrak LNG Pertamina Bermasalah
PT. Pertamina Persero diduga memiliki dua kontrak pembelian LNG yang bermasalah. Salah satunya adalah pembelian LNG dari Mozambique. Pembelian LNG ini direncanakan mulai dipasok pada 2024 mendatang. Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ikut angkat bicara mengenai kontrak yang bermasalah tersebut.
“Saat ini pihak kami sedang melakukan audit secara internal dan menunggu hasilnya,” ujar Ahok kepada beberapa media.
Ahok menambahkan bahwa pihaknya sudah memeriksa dua kontrak terkait pembelian LNG. Sayangnya Ahok enggan menyebutkan lebih detail kontrak mana yang diperiksa. Sejauh ini juga belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai pemeriksaan kontrak bermasalah tersebut.
Penjelasan Dirut PT. Pertamina
Sementara itu, Dirut PT. Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan kontrak yang bermasalah berawal dari perjanjian jual beli (SPA). Perjanjian jual beli dilakukan dengan Anadarko Petroleum Corporation pada Februari 2019. Kontrak tersebut telah dibicarakan sejak tahun 2013 dan tahun 2014 PT. Pertamina telah meneken HoA.
SPA terkait kerjasama menyebutkan bahwa hasil LNG akan mulai dikirim pada 2025. Hal ini didasarkan oleh penghitungan neraca gas yang menyebutkan Indonesia akan defisit cadangan gas pada tahun 2025.
“Saat ini sebagai langkah prudent dan sesuai GCG, Pertamina akan mereview kembali supply dan demand kedepan agar tidak terjadi impact pada korporasi. Apalagi mengingat saat ini sedang berada di situasi Covid-19 yang belum tahu sampai kapan. Selain itu, pada masa Covid-19 ini demand menurun,” ujar Nicke.
Nicke juga membantah adanya gugatan dari Mozambique. Ia menjelaskan bahwa kontrak yang disebutkan belum berjalan sehingga masih bisa dilakukan kajian ulang. Hal itu disebabkan karena pada masa Covid-19 perencanaan neraca supply gas akan berbeda.
Penulis: Serafina Indah Chrisanti
Editor: Sebastian Simbolon