Ilustrasi Kartu Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Untuk Cairkan JHT/qoala.app

Pemerintah telah meluncurkan berbagai program jaminan sosial untuk masyarakat Indonesia, salah satunya adalah Jaminan Hari Tua (JHT). Jaminan tersebut diberikan untuk menghadapi berbagai resiko seperti sakit di masa tua, kecelakaan, hingga tak produktif lagi di masa tua sehingga seseorang masih memiliki dana darurat.

Selain itu sebelumnya JHT diberikan juga kepada mereka yang terimbas PHK. Namun dengan berbagai pertimbangan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akhirnya mengembalikan fungsi JHT seperti sediakala sebagai jaminan dan dana persiapan masa tua dimana usia sudah tidak produktif lagi.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, klaim terhadap pencairan Jaminan Hari Tua dapat dilakukan apabila:

  1. Peserta telah mengikuti program JHT paling sedikit 10 tahun
  2. Besaran manfaat yang dapat diambil adalah 30% dari manfaat Jaminan Hari Tua untuk pemilikan rumah, atau 10% untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun

“Yang dimaksud dengan masa pensiun adalah usia 56 tahun. Skema ini bertujuan untuk memberikan perlindungan agar saat masa tuanya nanti, pekerja masih memiliki dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi jika diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan perlindungan tersebut tidak akan tercapai,” ujar Kepala Biro Humas Kemnaker, Chairul Fadhly Harahap.

Berbagai Polemik Atas Aturan Baru JHT

Pencairan dana JHT dengan aturan baru, yakni dapat dicairkan hanya jika sudah berusia 56 tahun menjadi polemik. Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat menduga ada kemungkinan peraturan baru dibuat karena BPJS Ketenagakerjaan tidak memiliki cukup dana untuk membayar klaim peserta. 

“Tolong pemerintah jangan semena-mena untuk menahan hak pekerja. Faktanya, banyak korban PHK dengan berbagai penyebab membutuhkan dana JHT miliknya untuk menyambung hidup atau memulai usaha,” ujar Mirah.

Bahkan di berbagai media, para kerja turut menyuarakan kegelisahannya atas peraturan baru dari Kemnaker ini. Salah satunya adalah seorang pekerja bernama Afifah, ia mengatakan bahwa dirinya merasa khawatir tidak punya pegangan jika sewaktu-waktu ia harus berhenti bekerja. 

Menurutnya, banyak pekerja menjadikan Jaminan Hari Tua sebagai simpanan atau cadangan di masa depan. Ia merasa jika peraturan baru diberlakukan, itu akan sangat merugikan jika memang peserta JHT masih hidup.

Bagaimana Peraturan Terbarunya?

Peraturan terbaru mengenai klaim JHT dituangkan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 2 Tahun 2022. Ada beberapa peraturan yang harus diperhatikan oleh para perusahaan dan juga tenaga kerja sebagai berikut.

  1. Manfaat JHT dibayarkan kepada Peserta jika:
  • Mencapai usia pensiun (usia pensiun menurut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 adalah saat peserta berusia 56 tahun)
  • Mengalami cacat total atau tetap
  • Meninggal dunia
  1. Mencapai usia pensiun juga termasuk mereka yang berhenti bekerja karena:
  • Peserta mengundurkan diri
  • Peserta terkena PHK
  • Perseta meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya

Dalam peraturan baru ini, JHT dapat dicairkan jika sudah berusia 56 tahun. Berbeda dengan Permenaker Nomor 19 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa JHT dapat dicairkan kepada pekerja yang mengundurkan diri setelah 1 bulan sejak surat pengunduran diri diberikan.

Namun peraturan hak pencairan bagi mereka yang meninggal atau cacat tetap tidak berubah. Mereka tetap dapat mencairkan haknya satu bulan setelah ditetapkan cacat total maupun meninggal dunia.

Penulis: Serafina Indah Chrisanti

Editor: Sebastian Simbolon

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini