
Masyarakat Jawa Timur dihebohkan dengan berita bahwa wilayah Jawa Timur berpotensi mengalami gempa bumi dan tsunami setinggi 30 meter. Hal itu menjadi bahan pembicaraan setelah terselenggaranya Webinar Kajian dan Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami di Jawa Timur yang digelar secara daring pada Jumat, 28 Mei 2021. Dalam webinar tersebut, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyampaikan skenario terburuk mengenai adanya gempa bumi 8,7SR yang dapat memicu terjadinya tsunami.
“Mulai bulan Januari 2021, kami perhatikan aktivitas kegempaan mulai meningkat menjadi 600 kali dalam satu bulan yang sebelumnya 300-400 kali dalam satu bulan. Kami pun menyusuri pantai dari Jawa Timur hingga Selat Sunda untuk mengecek. Yang kami khawatirkan, diprediksi skenario terburuk adalah adanya gempa dengan kekuatan 8,7SR dan bisa membangkitkan tsunami,” ujar Dwikorita Karnawati.
Skenario terburuk tersebut muncul atas perhatian BMKG terhadap aktivitas kegempaan yang terjadi di Jawa Timur sejak tahun 2008-2020. Dalam webinar tersebut, Dwikorita menyebutkan bahwa terdapat loncatan aktivitas kegempaan dalam 5 tahun terakhir di Jawa Timur. Dari mulai tahun 2016 ada 655 gempa tahunan, 2017 ada 453 gempa tahunan, 2018 ada 554 gempa tahunan, 2019 ada 508 gempa tahunan, dan tahun 2020 ada 512 gempa tahunan. Potensi kegempaan cenderung meningkat, sehingga BMKG menghimbau pemerintah daerah untuk segera melakukan mitigasi bencana.
“Kami telah memiliki data bahwa aktivitas kegempaan di Jawa Timur memang meningkat dan itulah yang perlu segera kita siap siagakan. Bukan berarti pasti akan ada gempa, tidak, kami tidak ada kepastian. Namun ada tren peningkatan kejadian gempa-gempa kecil yang biasanya mengawali gempa besar,” kata Dwikorita.
Hal tersebut juga disebutkan oleh BMKG Juanda, Sidoarjo dalam unggahannya di media sosial Instagram @bpbd_jatim bahwa di Selatan Jawa Timur terjadi peningkatan aktivitas kegempaan dalam beberapa bulan ini. Frekuensi kegempaan sering terjadi dan bervariasi mulai dari 2-6 magnitudo dengan kedalaman yang juga bervariasi.
“Ini adalah skenario terburuk yang berasal dari data, sehingga harapannya pemerintah dan masyarakat dapat melakukan mitigasi dan siaga bencana”
Potensi Tsunami di Jawa Timur
Aktivitas kegempaan yang terjadi dapat menyebabkan adanya potensi tsunami. Menilik dari sejarah, ada beberapa kali bencana tsunami yang pernah menerjang Jawa Timur seperti tsunami pada 2 Juni 1994 di Banyuwangi, yang menyebabkan daerah desa Pancer mengalami keadaan terparah dengan 121 orang tewas dan 27 orang luka-luka.
Sebagai upaya mitigasi bencana, BMKG akhirnya menyusun permodelan potensi tsunami di Jawa Timur. Dwikorita mengatakan bahwa dalam analisis BMKG, untuk seluruh wilayah pesisir pantai Jawa Timur berpotensi mengalami tsunami dengan tinggi maksimum 26-29 meter di Kabupaten Trenggalek dan waktu tiba tercepat adalah 20-24 menit di Kabupaten Blitar. Di Kabupaten Pacitan, tinggi maksimum tsunami 25-28 meter dan waktu tiba tercepat 26-29 menit.
Selain itu Kabupaten Trenggalek terutama di Pantai Sumbreng dan Pantai Prigi masuk ke dalam daerah dengan tingkat resiko tinggi dalam mengalami genangan tsunami. Tinggi genangan yang disebutkan bisa mencapai 22 meter. Sementara itu di Kabupaten Tulungagung, Pantai Popoh ketinggian genangan bisa mencapai 30 meter. Di Pantai Muncar, Kabupaten Banyuwangi dan Pantai Tambak, Kabupaten Blitar ketinggian genangan bisa mencapai 18 meter.
Gerakan Budaya Siaga Bencana
Kita tidak pernah tahu kapan bencana akan datang, namun kita perlu menyiapkan diri ketika sewaktu-waktu daerah tempat tinggal kita terkena benca alam. Ketika pemerintah sudah menyiapkan langkah mitigasi bencana, kita sebagai warga masyarakat juga dapat mengambil langkah siaga bencana dengan menyiapkan Tas Siaga Bencana.
Menurut Suci Dewi Anugrah dari Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Kedeputian Bidang Geofisika, Tas Siaga Bencana adalah tas yang tahan air, warnanya mencolok dan idealnya berisi hal-hal berikut.
- Kotak P3K berisi obat-obatan.
- Handphone dan charger untuk memberikan informasi dan mencari bantuan.
- Senter dan baterai tambahan
- Masker, handsanitizer, dan sarung tangan.
- Dokumen pribadi dan uang cash untuk bekal selama 3 hari.
- Peluit untuk meminta pertolongan dalam keadaan darurat.
- Radio portabel sebagai sumber informasi setelah bencana.
- Pakaian minimal untuk 3 hari.
- Makanan dan minuman untuk asupan pasca bencana, minimal untuk 3 hari.
Penulis: Serafina Indah Chrisanti
Editor: Sebastian Simbolon