
Program percepatan vaksinasi masih terus dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan Covid-19. Sebelum dapat melakukan vaksinasi, masyarakat harus memenuhi beberapa persyaratan. Dari mulai persyaratan usia dan kesehatan fisik. Tidak hanya itu, masyarakat juga diminta untuk membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) agar petugas vaksinasi dapat memasukkan data pribadi.
Namun, beberapa penyelenggara vaksinasi di lapangan masih ada yang juga meminta masyarakat membawa syarat berupa fotokopi KTP. Hal ini mendapat perhatian serius dari Ketua DPR RI, Puan Maharani. Puan meminta kepada pemerintah untuk mencegah kebocoran data masyarakat melalui celah dalam segala prosedur teknis vaksinasi.
“Bukan hal baru jika data pribadi seperti e-KTP disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab seperti digunakan untuk pinjaman online maupun pembobolan rekening bank. Jadi, jangan sampai fotokopi e-KTP sebagai syarat vaksinasi juga disalahgunakan,” ujar Puan Maharani pada Senin, 26 Juli 2021.
Puan juga meminta kepada seluruh penyelenggara vaksinasi untuk tidak mempersulit warga dengan fotokopi e-KTP sebagai syarat vaksinasi. Menurutnya, dalam petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan tidak mensyaratkan bukti fisik berupa fotokopi e-KTP. Ia juga menambahkan jika seharusnya petugas di lapangan cukup melihat e-KTP calon peserta vaksin saja dan memasukan data pribadinya ke Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi Covid-19. Jika data tervalidasi maka peserta diizinkan menerima vaksinasi.
“Di zaman yang sudah serba digital ini, tolong petugas lapangan jangan mempersulit warga di dalam keadaan yang sudah sulit begini. Sebisanya, kurangi syarat fisik yang berisi data pribadi warga,” ujarnya.
Sebelumnya, kasus kebocoran data KTP 279 juta warga Indonesia terjadi pada bulan Mei 2021. Kebocoran data itu diduga terjadi dari portal data BPJS Kesehatan dan terjadi pada data nasabah BPJS Kesehatan. Tidak hanya data KTP saja, namun juga ada data nomor telepon, alamat email, data keluarga, data tanggungan, dan status pembayaran dari 279 juta nasabah BPJS Kesehatan. Peretas diketahui memiliki nama akun Kotz yang ada dalam Raids Forum dan ia sudah menjual sebanyak 1.000.002 data warga Indonesia ke dalam situs tersebut.
Sebagai langkah perlindungan, Kominfo telah melakukan pemutusan akses terhadap tiga situs yaitu bayfiles.com, mega.nz, dan anonfiles.com. Per tanggal 21 Mei 2021, Kominfo dan Bareskrim Polri juga memanggil Direksi BPJS Kesehatan untuk melakukan investigasi secara mendalam.
RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP)
Sebagai bentuk perlindungan terhadap data pribadi warga dan potensi kebocoran data melalui fotokopi e-KTP, DPR sudah melakukan advokasi lewat Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP). RUU PDP ini belum disahkan karena masih ada perbedaan pendapat antara DPR dan pemerintah.
Menurut DPR, harus ada lembaga independen yang memiliki otoritas untuk mengawasi perlindungan data pribadi dan bertanggung jawab kepada Presiden. Namun, pemerintah ingin lembaga tersebut ada dibawah naungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). RUU PDP ini telah melalui tiga kali masa sidang dan dua kali perpanjangan, dan masih akan dibawa ke dalam rapat evaluasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 antar pemerintah dan DPR pada Agustus 2021 mendatang.
“Pengawasan tidak cukup hanya pada pemerintah karena pemerintah juga berperan sebagai pengelola data. Jadi perlu adanya lembaga independen untuk mencegah adanya konflik kepentingan,” ujar Puan Maharani.
Penulis: Serafina Indah Chrisanti
Editor: Sebastian Simbolon