
Eks Direktur PT. Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto ditetapkan sebagai tersangka korupsi pada 29 Juli 2019. Ia diduga memberikan suap kepada Bupati Bekasi saat itu yaitu Neneng Hasanah Yasin untuk mempermudah perizinan proyek pembangunan Meikarta. Salah satu izin yang harus diurus adalah Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) untuk tanah seluas 846.356 meter persegi.
“Pada April 2017, pihak perwakilan dari PT. Lippo Cikarang bertemu dengan Bupati Neneng di rumah pribadinya. Pertemuan tersebut adalah dalam rangka meminta Bupati Neneng untuk ‘membantu’. Bupati Neneng menyanggupi dan meminta pihak PT. Lippo Cikarang berkomunikasi dengan orang dekatnya,” ujar Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang.
Dalam tawaran tersebut, Bupati Neneng meminta sejumlah uang untuk mempermudah izin tersebut. Bartholomeus pun menyanggupi ketika diminta sejumlah uang. Uang diberikan melalui orang kepercayaan Bupati Neneng dalam beberapa tahap. Setidaknya ada lima kali pemberian uang baik dalam bentuk dollar AS maupun rupiah dengan total 10,5 miliar rupiah.
“Untuk merealisasikan janji, pegawai Lippo Cikarang pada divisi land acquisition and permit mengambil uang dari pihak PT. Lippo Cikarang dan Bartholomeus di helipad PT. Lippo Cikarang dengan total 10,5 miliar untuk diberikan pada Bupati Neneng,” ujar Saut.
Akhirnya pada Mei 2017, Bupati Neneng menandatangani Keputusan Bupati tentang IPPT dengan luas 846.356 meter persegi untuk pembangunan komersial area apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, sekolah, hotel, perumahan, dan perkantoran pada PT. Lippo Cikarang.
Kasus penangkapan Eks Direktur PT. Lippo Cikarang ini merupakan pengembangan dari kasus tangkap tangan 9 orang pejabat Pemkab Bekasi. Penangkapan tersebut dilakukan pada 14 dan 15 Oktober 2018. Dalam penangkapan tersebut, Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa juga ditetapkan sebagai tersangka suap proyek Meikarta.
Hukuman Bagi Eks Dirut PT. Lippo Cikarang
Atas perbuatannya tersebut, Bartholomeus diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada 4 Mei 2020, Bartholomeus menjalani sidang vonis dan putusan. Berdasarkan putusan, Majelis Hakim menyatakan untuk menjatuhkan hukuman 2 tahun pidana penjara dengan denda 150 juta rupiah subsider 1 bulan kurungan. Ia mendapatkan hukuman lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu 3 tahun penjara dan denda 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
“Jaksa Eksekusi KPK Nanang Suryadi pada 6 Mei 2020 telah melaksanakan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus Nomor 8/Pid.Sus-TPK/2020/PN Bdg tanggal 15 April 2020 atas nama terdakwa Bartholomeus Toto,” ujar Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri.
Setelah menerima vonis, akhirnya Bartholomeus Toto dieksekusi ke Lapas Kelas 1 Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pada 12 Mei 2020.
Penulis: Serafina Indah Chrisanti